Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
MPASI, Mitos Seputar Makanan.
8 Mitos Seputar Makanan Bayi yang
Harus Ditinggalkan.
Pernahkah Anda mendengar satu atau
lebih mitos mengenai makanan bayi? Misalnya, “jangan memberikan telur untuk
bayi”, “sah-sah saja bila bayi minum es buah”, dan lain sebagainya.
Meski kebutuhan gizi bayi setiap
harinya harus tercukupi dengan baik, Anda juga perlu tahu kebenaran dari
berbagai mitos makanan bayi. Apa saja mitos makanan bayi, yang kerap beredar di
masyarakat?
Mitos seputar makanan bayi yang perlu
diketahui.
Sejak bayi mulai belajar makan
makanan pendamping ASI (MPASI), orangtua perlu sangat memerhatikan proses
pengolahan dan pemberian makanan bayi.
Anda perlu menerapkan jadwal MPASI
secara teratur, merancang menu MPASI bayi, hingga memerhatikan makanan dan
minuman apa saja yang boleh dan tidak boleh diberikan.
Selain untuk mendukung tumbuh
kembangnya, asupan makanan yang tepat juga mencegah bayi susah makan agar tidak
membuat bayi mengalami masalah gizi.
Nah, berikut berbagai mitos makanan
bayi yang perlu dicari kebenarannya:
Mitos 1: “Makan malam bisa bikin bayi
cacingan”
Setiap bayi pada dasarnya memiliki
tingkatan rasa lapar yang berbeda-beda. Salah satu factor yang turut menentukan
yakni kebiasaannya diberikan ASI atau susu formula bayi.
Umumnya, bayi yang menyusu ASI
cenderung lebih cepat lapar dibandingkan bayi yang diberikan susu formula
(sufor).
Ini karena ASI lebih mudah dicerna
oleh tubuh bayi. Jadi, ketika bayi yang menyusu ASI kembali lapar di malam hari
bukan berarti ia mengalami cacingan. Sejatinya, infeksi cacingan dan aktifitas
makan malam bagi bayi tidak saling berkaitan.
Cacingan merupakan salah satu
penyakit akibat cacing parasite yang berkembang biak di dalam sistem pencernaan
manusia. Cacingan merupakan salah satu penyakit umum terjadi baik usia muda maupun
usia tua. Meski begitu, cacingan memang lebih sering terjadi pada anak-anak.
Namun, makanan yang kotor karena
sudah terkontaminasi telur cacing atau proses memasak yang kurang baik berisiko
membuat telur cacing tidak mati sepenuhnya. Kondisi tersebut yang bisa
menyebabkan bayi mengalami cacingan.
Begitu pula, anak bisa cacingan jika
Anda atau pengasuh tidak langsung cuci tangan setelah dari toilet, membersihkan
pantat bayi, atau berkebun.
Penting juga untuk membiasakan diri
untuk selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum masak makan
malam.
Apalagi sebenarnya gerak tubuh bayi
masih sangat terbataas. Itu sebabnya, faktor risiko cacingan terbesar bagi bayi
adalah lewat berbagai perlengkapan dan peralatan yang mungkin sudah tercemar
dengan telur cacing.
Selanjutnya, telur cacing tersebut
tidak sengaja masuk ke dalam tubuh bayi melalui mulut. Hal-hal tersebutlah yang
memungkinkan cacing untuk tumbuh dan berkembang di dalam sistem pencernaan
bayi.
Jadi, ini hanya mitos makanan bayi
belaka karena bukan makan malam yang membuat bayi cacingan. Namun,
ketidakbersihan dalam merawat bayilah yang meningkatkan risiko bayi terkena
cacingan.
Mitos 2: “Menyembunyikan sayuran pada
makanan bayi supaya ia doyan sayur”
Sebenarnya, menyembunyikan sayuran di
dalam makanan bayi agar ia suka sayur hanya sekedar mitos.
Kebanyakan orangtua lebih memilih
untuk menyembunyikan sayuran di dalam lauk makan bayi ketimbang menunjukkan
secara terang-terangan. Menyembunyikan sayuran pada makanan bayi ditujukan
untuk menyiasati bayi yang tidak suka makan sayur.
Sayuran diolah sedemikian rupa agar
tetap tercampur di dalam makanan tanpa disadari oleh Si Kecil, misalnya di
balik telur dadar.
Kebutuhan nutrisi harian bayi memang
akan tetap terpenuhi, tapi car aini tidak akan membuat bayi sadar mengenai
manfaat dan rasa sayuran yang segar.
Nah, hal seperti ini yang dapat terus
terbawa sampai ia dewasa kelak. Solusi lainnya, tidak ada salahnya untuk
menunjukkan sayuran secara terang-terangan pada menu makanan bayi.
Agar lebih menarik, Anda bisa
berkreasi dengan berbagai resep sayuran untuk anak. Ambil contohnya, sayuran
brokoli dibentuk menjadi rambut orang, wortel menjadi bentuk bunga atau
matahari, dan sebagainya.
Jadi, lama kelamaan bayi tumbuh dan
sudah tidak asing lagi dengan sayur-sayuran sehingga bisa mematahkan mitos
makanan bayi tentang menyembunyikan sayur. Jangan lupa, kenalkan manfaat
berbagai jenis sayuran sembari menemani bayi makan supaya ia juga memahami
bahwa sayuran itu penting.
Mitos 3: “Makanan bayi tidak boleh
ditambahkan perasa”
Mitos mengenai makanan bayi
selanjutnya yang masih kerap terdengar yakni sebaiknya tidak menambahkan perasa
ke dalam menu makanan Si Kecil.
Sebaliknya, bayi hanya diperbolehkan
makan makanan yang hambar alias tanpa perasa tambahan dari garam, gula, maupun
micin.
Mitos makanan bayi yang satu ini
jelas tidak benar. Bayi justru harus dikenalkan dengan berbagai jenis rasa
makanan sejak dini. Pasalnya, usia sedini mungkin merpakan masa-masa yang
paling baik untuk menerima dan mengenal berbagai rasa yang baru.
Pengenalan rasa pun sudah dimulai
sejak diberikan ASI eksklusif, yaitu melalui makanan yang dimakan oleh ibu.
Jadi, jangan ragu untuk mengenalkan
macam-macam rasa secara bertahap mulai usia 6 bulan. Ambil contohnya dengan
mengenalkan sayuran pahit, rasa gurih dari ikan, rasa manis dari buah. Bahkan
sah-sah saja bila Anda ingin menambah perasa seperti gula, garam, dan micin ke
dalam makanan bayi.
Dengan catatan, perasa tambahan
seperti gula, garam, dan micin tersebut diberikan dalam jumlah secukupnya.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI), makanan bayi usia kurang dari satu tahun sebaiknya tetap ditambahkan
perasa seperti gula dan garam secukupnya. Pemberian perasa tambahan ini
diperbolehkan agar dapat membuat anak lebih semangat untuk makan.
Jika selama ini Si Kecil cinderung
menolak makanan, coba ingat-ingat kembali apakah Anda menambahkan perasa
seperti gula, garam, dan micin.
Ada kemungkinan bayi susah makan
karena menganggap rasa makanan yang kurang lezat baginya. Selain agar bayi mau
makan, menambahkan perasa juga dapat membantu mengembangkan selera makan bayi
di kemudian hari.
Mitos 4: “Bayi boleh diberikan jus
buah sejak dini”
Bayi yang sudah berusia enam bulan ke
atas memang diperbolehkan makan MPASI, termasuk mengonsumsi aneka makanan dan
minuman.
Hanya saja, bila usia bayi masih
kurang dari 12 bulan atau 1 tahun, pemberian jus buah untuk bayi belum
diizinkan, termasuk jus buah kemasan.
Anjuran agar tidak memberikan jus
buah kepada bayi yang belum genap setahun didasarkan pada pedoman dari American
Academy of Pediatrics (AAP).
Jus buah murni memang mengandung
banyak vitamin untuk bayi, tapi bukan berarti bisa jadi pengganti buah dan
sayuran utuh. Alih-alih mendapatkan nutrisi yang lebih banyak, jus buah justru
tidak bagus untuk kesehatan anak karena tinggi kalori dan gula, tapi rendah
serat.
Ambil contoh, sebuah apel berukuran
sedang mengandung 4,4 gr serat dan 19 gr gula. Bila dijus, stu cangkirnya saja
mengandung 114 kalori, 0,5 gr serat, dan 24 gr gula. Oleh karena itu, sajikan
buah secara untuh saja ketimbang menyajikannya dalam bentuk jus agar kebutuhan
serat anak tetap terpenuhi.
Bukan hanya itu, pemberian jus buah
untuk bayi juga dapat membuatnya cepat kenyang karena ukuran lambungnya yang
masih kecil.
Hal ini tentu berdampak pada nafsu
makan bayi yang menurun sehingga tidak mau makan berat lagi karena merasa sudah
kenyang.
Mitos 5: “Bayi tidak boleh makan
telur”
Banyak orangtua yang khawatir Si
Kecil terkena kolestrol tinggi bila diberikan telur. Eits, tunggu dulu ini
sebenarnya hanya mitos makanan bayi semata dan jelas tidak benar.
Telur merupakan sumber protein yang
banyak mengandung zat besi dan seng yang penting untuk pertumbuhan bayi. Akan
tetapi, sebelum memberikan telur pada anak, pastikan dulu apakah anak alergi
terhadap telur.
Jika Anda memiliki riwayat alergi
telur, dokter mungkin akan menyarankan Anda untuk menunggu hingga anak berusia
2 tahun sebelum mengenalkan telur.
Mitos 6: “Bayi harus sering ngemil”
Disamping makan di waktu makan utama,
bayi juga butuh camilan dalam jumlah yang cukup. Sebab jika terlalu banyak,
camilan bayi cenderung menyumbang asupan kalori yang berlebih.
Bagaimana bila bayi sudah lapar namun
belum waktunya makan? Tenang dulu, karena sebenarnya Si Kecil tetap akan
baik-baik saja dengan pola makan tiga kali sehari makanan utama dan satu sampai
2 kali camilan sehat.
Rutin menerapkan jadwal makan bayi
sangat bagus untuk melatih kepekaannya terhadap rasa lapar.
Anda bisa memberikan camilan untuk
bayi berupa buah atau sayuran, jenis
makanan ringan atau snack lainnya juga bisa diberikan sebagai camilan
bayi dalam porsi yang lebih sedikit ketimbang makanan utama.
Mitos 7: “Kenalkan bayi dengan sayur
sebelum memberikannya buah”
Sebenarnya, tidak ada aturan dan
urutan khusus untuk memulai memperkenalkan makanan tertentu pada bayi.
Sah-sah saja untuk mulai memberikan
bayi makanan sumber kerbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral sejak
usia enam bulan. Bahkan, tidak masalah juga bila memberikan sayur bersamaan
dengan buah maupun salah satunya terlebih dahulu.
Sebab tidak ada bukti bahwa bayi yang
diperkenalkan dengan buah terlebih dahulu bisa lebih sulit menerima sayut atau
sebaliknya.
Melansir dari laman Healthy Children,
bayi memang memiliki kecenderungan menyukai rasa manis. Itulah mengapa bayi
menyukai ASI yang menjadi makanan sekaligus minuman pertamanya karena memiliki
rasa asli cenderung manis.
Meski begitu, pemberian makanan dalam
urutan apa pun tidak akan memengaruhi kesukaan bayi untuk jenis makanan
tertentu.
Bayi umumnya tetap belajar menyukai
berbagai rasa makanan lainnya bila Anda mengenalkan dengan aneka makanan sejak
dini. Tak perlu khawatir, bayi yang menerima sayur atau buah terlebih dahulu
tetap bisa dengan mudah makan makanan lainnya.
Kuncinya, mulai biasakan bayi
mengenal beragam variasi rasa dan tekstur makanan seiring bertambahnya usia.
Mitos 8: “Bila anak tidak suka
makanan tertentu, biarkan saja”
Saat bayi mulai menolak makan di
pemberian yang baru 1-2 kali, biasanya orangtua akan menyerah dan menyimpulkan
bahwa bayi tidak menyukainya.
Ini sebenarnya mitos lainnya mengenai
makanan bayi. Kebiasaan tersebut sebaiknya tidak diteruskan karena bisa membuat
bayi cenderung pilih-pilij makanan. Anak biasanya memerlukan waktu untuk
mencoba makanan sampai setidaknya 15 kali ditawarkan.
Sajikan lagi dan lagi makanan
tersebut dan yakinlah bahwa anak akan menyukainya secara perlahan. Di awal
perkenalannya dengan jenis makanan tertentu bayi bisa saja masih kaget dengan
makanan barunya.
Jangan menyerah untuk tetap
menawarkan makanan baru sebanyak yang Anda bisa. Anda juga bisa mengombinasikan
makanan baru dengan makanan kesukaannya untuk memancing nafsu makan Si Kecil.
Baru bila sudah sekitar 15 kali
pemberian jenis makanan yang sama tetapi bayi mash menolaknya, Anda bisa
meyimpulkan bahwa ia memang tidak menyukainya.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Postingan Populer
Panduan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) Bayi
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Apa pengaruhnya MPASI untuk perkembangan Bayi?
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar